Tim-tim Naungan Dewi Fortuna, Tanpa Menang tapi Lolos dari Fase Grup

Beberapa tim pernah tampil lumayan dibawah naungan dewi fortuna atau keberuntungan dimana mereka mampu lolos dari fase grup meski tidak menang sekalipun.

Piala Dunia tidak jarang mengandung berbagai fakta unik, salah satunya adalah tim-tim yang beruntung saat berlaga di putaran final dimana mereka mampu melaju ke babak knockout meski tidak pernah menang sekalipun di babak penyisihan. Hal ini bukan hanya terjadi sekali saja, namun beberapa kali. Bahkan di satu edisi piala dunia, ada dua tim yang mampu lolos ke fase gugur dengan hanya modal dua poin! Ya, dua poin saja, yang berarti hasil dua kali seri dan sekali kalah. Ada juga tim yang mampu melaju jauh tanpa meraih satu kemenangan pun sepanjang turnamen. Tim mana sajakah itu dan seberapa jauh mereka mampu melaju dengan modal minim dari babak penyisihan? Berikut ini kisah tujuh tim yang pernah dinaungi dewi fortuna dalam sejarah penyelanggaraan kompetisi akbar empat tahunan ini. 

JAGO TEBAK SKOR? MAIN DI Fun88

Wales (1958)

Tim pertama yang mendapat berkah keberuntungan ini dalam sejarah adalah Wales. Negara yang masih menjadi bagian dari Britania Raya ini mampu lolos ke babak perempat final Piala Dunia 1958 saat menjalani debutnya hanya dengan modal tiga kali hasil seri melawan tuan rumah Hungaria, Meksiko dan tuan rumah Swedia. Poin mereka sebenarnya sama dengan yang dikumpulkan oleh tim Magyar yang masih diperkuat sejumlah pemain yang ikut tampil di final empat tahun sebelumnya yaitu tiga poin hasil sekali menang, sekali seri dan sekali kalah. Namun, saat itu poin untuk kemenangan masih bernilai dua, bukan tiga seperti sekarang. Saat itu penentuan tim yang lolos bukan berdasarkan jumlah atau agregat gol, melainkan lewat partai playoff. Sehingga, Wales dan Hungaria harus bertanding kembali memperebutkan satu tiket ke babak berikutnya. Di laga inilah The Dragons baru meraup kemenangan lewat gol Allchurch dan Medwin. Hasil 2-1 sudah cukup membawa mereka melaju ke perempat final. Sayangnya, langkah mereka langsung dihentikan di babak tersebut lewat gol tunggal Pele. Wales pun takluk 0-1 dari tim Samba yang bablas menjadi kampiun untuk pertama kalinya.  Pasang taruhan anda untuk laga-laga timnas Wales di piala dunia 2022 di link alternatif Fun88. 

Uruguay (1986)

Juara dunia dua kali Uruguay pernah juga mendapatkan keberuntungan tersebut di Meksiko 1986. Enzo Francescoli dan kolega hanya meraih dua poin saja di babak penyisihan setelah hanya bermain imbang 1-1 lawan Jerman dan imbang tanpa gol versus Skotlandia. La Celeste bahkan sempat dibantai Denmark 1-6. Namun secara mengejutkan mereka mampu melaju ke perdelapan final sebagai salah satu peringkat ketiga terbaik menyingkirkan saingan mereka, Hungaria, karena memiliki agregat gol yang sedikit lebih baik, dengan selisih gol minus 5 (2-7) ketimbang tim Magyar yang memiliki selisih gol minus 7 (2-9). Uruguay lagi-lagi diuntungkan poin kemenangan yang masih bernilai 2 poin (jumlah poin yang dikumpulkan oleh Hungaria dari hasil sekali menang dan dua kali kalah di fase grup). Seandainya, tiga poin untuk hasil maksimal telah diberlakukan saat itu, Uruguay tidak akan lolos. Sayangnya, kiprah mereka di piala dunia 1986 langsung dihentikan oleh Argentina di babak 16 besar.  

Bulgaria (1986)

Selain Uruguay, Bulgaria juga mendapatkan berkah dewi fortuna di piala dunia edisi tersebut. Nasko Sirakov dkk hanya mengumpulkan dua poin hasil dua kali imbang versus juara bertahan Italia (1-1) dan Korsel (1-1) plus satu kekalahan dari tim Tango (0-2).  Tim asal Eropa Timur diuntungkan dengan selish gol yang jauh lebih baik ketimbang kedua saingannya untuk lolos sebagai salah satu peringkat ketiga terbaik, yaitu minus dua (2-4). Meski begitu, keberuntungan Bulgaria tidak berlanjut di perdelapan final usai menyerah 0-2 dari tuan rumah Meksiko. 

Belanda (1990)

Juara Eropa 1988 ironisnya pernah mengalami nasib yang sama di edisi 1990. Tim Oranje hanya meraup tiga poin di fase grup hasil tiga kali seri melawan Mesir (1-1), Inggris (0-0) dan Irlandia (1-1), meski diperkuat oleh trio Belanda di AC Milan, Ruud Gullit, Frank Rijkaard dan Marco Van Basten. Parahnya, mereka hanya bisa lolos sebagai salah satu peringkat ketiga meski memiliki poin yang sama dengan Irlandia yang pada akhirnya duduk sebagai runner-up grup karena kalah undian dengan negara yang pernah menjadi bagian dari kerajaan Britania Raya di masa lalu itu. Namun, meski lolos, apesnya Belanda sudah harus bersua musuh bebuyutannya, Jerman di babak 16 besar. Tak seperti dua tahun sebelumnya saat Ruud Gullit cs mempermalukan Jerman di kandang sendiri di semifinal EURO, kali ini mereka takluk 1-2 dari tim Panser yang lebih superior. 

Cile (1998)

Cile juga pernah dibawah naungan dewi fortuna saat lolos ke perdelapan final di piala dunia 1998. Saat itu tim yang mengandalkan duet Ivan Zamorano dan Marcelo Salas, atau lebih dikenal dengan sebutan Za-Sa ini melaju hanya dengan bekal tiga poin hasil tiga kali seri dengan skor yang sama 1-1 saat menghadapi Italia, Austria dan Kamerun. Sayangnya, keberuntungan tidak mampu membuat La Roja melaju lebih jauh dari 16 besar usai digusur Brasil 1-4 di babak tersebut. 

Republik Irlandia (1990)

Irlandia barangkali adalah tim yang paling disayang dewi fortuna di Italia 1990. Tim besutan Jack Charlton ini bahkan tidak menang sekalipun sepanjang turnamen namun mampu melaju hingga babak delapan besar. The Green Boys hanya meraih tiga poin di babak penyisihan hasil tiga kali imbang lawan Inggris (1-1), Mesir (0-0) dan Belanda (1-1). Meski memiliki poin dan jumlah gol yang sama dengan tim Oranje, mereka berhasil menang undian untuk lolos sebagai peringkat kedua yang membuat mereka terhindar bertemu tim elit. Di perdelapan final, Pat Bonner cs lagi-lagi beruntung usai menyingkirkan Rumania lewat adu penalti dengan skor akhir 5-4 setelah hanya bermain imbang kacamata selama 120 menit. Perjalanan mereka baru terhenti di perempatfinal usai dikalahkan 0-1 dari tuan rumah Italia. Itulah pencapaian tertinggi Irlandia di piala dunia. 

Italia (1982)

Tidak ada tim naungan dewi fortuna yang mampu merubah keberuntungan ke level yang lebih tinggi selain tim Azzurri di edisi 1982. Anak asuhan Enzo Bearzot hanya lolos sebagai runner-up dengan tiga poin saja hasil imbang melawan Peru, Polandia dan Kamerun. Mereka hanya unggul selish gol dengan tim Singa Afrika. Namun, Paulo Rossi cs menunjukkan kualitas sebenarnya di fase grup kedua ketika mampu mengalahkan juara bertahan Argentina 2-1 dan favorit juara Brasil 3-2. Setelah itu, Italia seakan tak terhentikan hingga merengkuh gelar juara dunia ketiga kalinya usai menumbangkan Polandia di semifinal dan Jerman di partai puncak.